Dugaan Monopoli BUMDes Sukadanau, Warga Soroti Pencairan Dana Rp170 Juta

Kabupaten Bekasi – Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Sukadanau, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, diduga menjadi ajang monopoli yang melibatkan sejumlah pihak.

Padahal, sesuai ketentuan, BUMDes seharusnya berfungsi untuk kepentingan masyarakat melalui mekanisme musyawarah desa, terutama dalam pengelolaan dan pemilihan pengurusnya.

spaceiklan

Namun, mekanisme tersebut diduga tidak dijalankan oleh Penjabat (Pj) Kepala Desa Sukadanau yang sebelumnya, Ali Sadikin, sehingga menimbulkan kecurigaan di kalangan warga.

Sejumlah warga menduga Pj Kepala Desa yang lalu memanfaatkan dana BUMDes untuk kepentingan pribadi.

Seorang warga yang enggan disebutkan namanya menyebut, Pj Kepala Desa Sukadanau sebelumnya, Ali Sadikin, menginisiasi pendirian BUMDes tanpa melalui prosedur resmi seperti musyawarah desa.

Ia juga diduga menunjuk langsung pengurus BUMDes tanpa melibatkan masyarakat.

“Yang saya tahu, Pj Kepala Desa menunjuk secara sepihak sejumlah staf desa untuk mengisi posisi penting di kepengurusan BUMDes. Contohnya, pegawai pelayanan desa diangkat menjadi bendahara BUMDes, padahal aturan jelas melarang perangkat desa merangkap jabatan di BUMDes,” ujar warga tersebut.

Pengakuan serupa disampaikan oleh Fandi, Operator Sistem Keuangan Desa, yang mengaku dilibatkan tanpa sepengetahuannya.

Namanya tercantum dalam Berita Acara (BA) dan SK BUMDes, terutama saat pembukaan rekening BUMDes yang digunakan untuk pencairan dana sebesar lebih dari Rp170 juta.

“Saya diminta menyerahkan KTP dan NPWP oleh kepala desa saat diajak ke Bank BJB Setu dan Bank BJB Cikarang Utara untuk membuka rekening pencairan dana BUMDes. Katanya untuk mendirikan agen beras di wilayah Sukadanau. Prosesnya terasa janggal, tapi Pj Kepala Desa (Ali Sadikin) meyakinkan bahwa tidak akan ada masalah,” ungkap Fandi.

Ia menambahkan, awalnya dana sisa anggaran disebut akan dialokasikan ke BUMDes, namun pencairannya dilakukan tanpa prosedur yang jelas.

“Tadinya mau dicairkan ke mana saja, tapi saya bilang harus sesuai prosedur. Entah bagaimana akhirnya rekening BUMDes bisa jadi, dan saya juga bingung mau nolaknya,” tambahnya.

Kesaksian lain datang dari Puput, Kasi Pelayanan Desa yang ditunjuk menjadi Bendahara BUMDes tanpa persetujuan.

“Awalnya saya tidak tahu nama saya sudah tercantum di BA dan SK. Saat pembuatan rekening, saya dipanggil ke ruangan kepala desa dan diminta menyerahkan KTP serta NPWP. Katanya ‘ikut saja’, lalu saya diajak ke Bank BJB,” ujar Puput.

Sementara itu, operator desa mengaku tidak dapat menahan proses pencairan dana karena adanya tekanan dari Pj Kepala Desa, Ali Sadikin.

Bahkan, Ali Sadikin disebut beberapa kali mengajak bekerja sama dalam struktur BUMDes, namun ajakan tersebut ditolak.

Diketahui, total anggaran BUMDes mencapai sekitar Rp400 juta, yang seharusnya diperuntukkan bagi program ketahanan pangan hingga tahun 2025.

Namun, proses pencairan dan penggunaannya disebut tidak transparan.

Kasus dugaan penyalahgunaan dana juga diperkuat oleh pernyataan Ibadulloh, salah satu perangkat desa yang namanya dicantumkan dalam struktur BUMDes tanpa persetujuan.

“Nama saya dicantumkan sepihak. Saya keberatan karena dalam peraturan pemerintah sudah jelas, perangkat desa tidak boleh merangkap jabatan di BUMDes,” ujarnya.

Ketidakterbukaan dalam proses pembentukan struktur dan pengelolaan dana BUMDes membuat situasi di Desa Sukadanau semakin memanas. Warga berharap pihak berwenang segera melakukan investigasi agar transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa dapat ditegakkan kembali.(Dy).