Didepan Hakim, Saksi JPU Akui Penetapan Harga PTSL Lambangsari Hasil Musyawarah

Bandung – Sidang lanjutan Kasus dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan kekuasaan dalam pungutan Pendaftaran Sistematis Tanah Lengkap (PTSL) Desa Lambangsari yang menjerat Kepala Desa Lambangsari Nonaktif Pipit Haryanti (PH), memasuki sidang tahapan pembuktian dengan mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU), di Ruangan Kusumah Atmadja Pengadilan Negeri Bandung, Rabu, 2 November 2022.

Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Eman Sulaiman didampingi Hakim Anggota Akbar Isnanto dan Bhudhi Kuswanro, JPU menghadirkan tiga saksi yang terlibat dalam kepanitiaan PTSL Desa Lambangsari yakni, Plt Kades Lambangsari merangkap Sekdes Sofyan Hadi (bendahara panitia), Amin Inskandar (mantan dusun) dan Syaiful Anwar (dusun).

masa tenang

Dalam penyampaian keterangan saksi yang sebelumnya diambil sumpah, terungkap fakta persidangan yang kemudian membantah anggapan terkait pengutan biaya PTSL sebesar Rp. 400.000 adalah biaya yang ditetapkan terdakwa PH seorang diri.

Setidaknya hal tersebut terungkap saat kesaksian dua orang saksi yakni, Syaiful Anwar dan Amin Iskandar dengan menyatakan bahwa uang Rp. 400.000,- yang menjadi perhatian di sepakati secara musyawarah mufakat dalam suatu pertemuan besar yang di hadiri oleh RT, RW, Dusun, Kasi Pemerintahan, Sekdes dan Kades. Dan seluruhnya sepakat angka itu.

Dalam sidang yang dihadiri ratusan warga itu juga ditegaskan oleh Saksi, masyarakat tidak keberatan dengan penerapan harga tersebut. Bahkan ada beberapa yang gratis, dan tetap dilayani serta mendapatkan sertifikat.

“Desa Lambangsari termasuk tercepat dalam memproses PTSL hingga keluar sertifikat,” ujar Syaiful Anwar.

Sementara itu, menanggapi keterangan saksi dalam persidangan yang berlangsung, Muhamad Ali Fernandez, salah satu tim kuasa hukum PH mengatakan, kesaksian para saksi yang disampaikan dihadapan majelis hakim adalah sebuah pengungkapan sebuah fakta persidangan yang kemudian membantah sangkaan atas kliennya yang dianggap melakukan penyalahgunaan kekuasaan dengan terkait perintah memutuskan besaran biaya PTSL Rp. 400.000.

“Buktinya diakui oleh dua orang saksi yang dihadirkan oleh JPU, bahwa mereka menyatakan dan mengakui kalau kemduian penetapan biaya PTSL sebesar Rp. 400 ribu tersebut adalah hasil kesepakatan dan musyawarah antara Perangkat Desa, Dusun 1, 2, 3, RW dan RT. Dan diakui juga berdasarkan keterangan para saksi masyarakat tidak keberatan dengan biaya tersebut. Dan itu pasti menjadi perhatian hakim,”ujarnya.

Sekedar diketahui, dalam sidang perkara dengan nomor 88/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Bdg. Terdakwa PH tidak dihadirkan di ruang sidang dan mengikuti sidang dengan telekonferensi dari Rumah Tahanan Perempuan Bandung. Ironisnya dalam kasus yang disangkakan, Terdakwa PH juga menjadi tersangka tunggal dalam kasus yang menjeratnya(red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *