Kabupaten Bekasi – Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Bekasi tak kunjung menonaktifkan tersangka kasus korupsi pungutan liar (pungli) Pipit Haryanti sebagai Kepala Desa Lambangsari Pendaftaran Sistematis Tanah Lengkap (PTSL) menimbulkan pertanyaan masyarakat.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Arjuna, Zuli Zulkifli menilai Kepala DPMD Kabupaten Bekasi terkesan memperlambat proses penonaktifan dan diduga ada unsur politis kedekatan dengan tersangka kasus korupsi.
“Sudah jelas amanat undang-undang terkait kepala desa korupsi harus dinonaktifkan. Sangat prihatin kalau melihat kondisi ini, DPMD malah tidak konsisten,”kata Ketua Zuli.
Dalam pada 42, Undang-Undang Desa kata dia sudah jelas kepala desa dinonaktifkan jika menjadi tersangka dalam kasus korupsi ataupun makar.
Ia pun menilai alasan Penjabat Bupati Bekasi Dani Ramdan menanti status hukum resmi dari Kejari hanya akal-akalan untuk memperlambat proses penonaktifan Pipit Haryanti.
“Menurut kita dari sisi dimana ada kepala desa tersangkut pidana korupsi dan langsung ditahan harus langsung dinonaktifkan. Sudah jelas delik pidana korupsi . Itu akal-akalan DPMD menjalankan Undang Undang desa,”papar Mantan Ketua Forum BPD Kabupaten Bekasi ini.
Ia pun membandingkan dengan Kepala Desa Sukadanau yang menjadi tersangka kasus perzinaan, saat itu DPMD langsung bergerak cepat menonaktifkan Kepala Desa Sukadanau.
“Cenderung ke sana (politis), sebenarnya tidak boleh karena tekanan atasan, harus mengacu pada UU Desa karena ini UU khusus pemerintahan desa,”tuturnya
Pipit diduga melanggar pasal 12 huruf e subsider Pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam pasal itu juga, Pipit terancam dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.